POTRETCELEBES, PALU – Debat publik tahap kedua Pilkada Kota Palu 2024 akan berlangsung pada Kamis (7/11/2024). Sekaitan dengan rencana pelaksanaan debat publik tersebut, elemen masyarakat memberikan masukan agar output dari pelaksanaan tersebut bisa mencerahkan warga Kota Palu.
Ibnu Mundzir misalnya, salah satu birokrat Pemerintah Kota Palu angkat bicara mengenai fenomena debat publik yang terkadang berujung saling membenci menimbulkan sekat sekat antar kelompok pendukung.
Ia menjelaskan, debat publik itu ibaratnya menjembatani ide dan gagasan para kandidat pada kontestasi Pilkada. Sebab semua ide ide yang perdebatkan bisa diambil ulang. Bisa di-recycle menjadi ide bersama, ide besar untuk membangun kota Palu.
“Inikan yang terlibat di debat kandidat adalah orang orang terbaik semua dan mereka punya ide masing-masing,” kata Ibnu Mundzir kepada media ini, Ahad (27/10/2024).
Sayangnya kata Ibnu Mundzir, hasil debat dari putra putri terbaik daerah terkadang sudah terbaikan ketika salah satu kontestan menjadi pemenang di Pilkada. Hal ini menjadi keprihatinan, mengapa sikap bijak dikesampingkan dengan tidak mengambil ide ide yang berserakan pada debat kandidat tersebut.
Kalau memang memiliki niat baik untuk membangun daerah, maka hasil debat kandidat dari putra putra terbaik, daerah pastinya akan memiliki bank data ide untuk kebaikan kota Palu.
“Ambil itu ketimbang kita hanya membicarakan keburukan,” ujarnya.
Debat kandidat yang menjadi rangkaian tahapan kampanye kata Ibnu Mundzir, menjadi wadah untuk mengemukakan ide dan gagasan. Kampanye terbaik itu adalah ketika kandidat membicarakan gagasan. Ide versus ide. Bila ide versus ide, akan melahirkan kesamaan platform.
“Kalau yang dibicarakan andaikata peristiwa peristiwa, versus orang per orang maka yang ada adalah fiksi. Kalau fiksi yang terjadi maka orang itu gampang untuk retak,” ujarnya.
Padahal telah disepakati bersama, Pilkada adalah pesta dan itu pastinya berlangsung dengan riang gembira. Bila semangatnya riang gembira, maka bicarakanlah sesuatu yang membuat publik tercerahkan.
“Kalau ditanya tentang apakah Kota Palu itu dan bagaimana pengelolaannya, maka itu adalah ide ketemu ide. Kalau andaikata kita ketemu dan saling membuka, saling menelanjangi dan saling membuka borok, maka sama saja kita membangun tembok. Padahal yang dibutuhkan adalah membangun jembatan,” ujarnnya.
Selain itu kata Ibnu Mindzir, Pilkada seharusnya menjadi pasar program. Makanya, ia menyarankan sebaiknya panelis yang dilibatkan pada debat itu, bukan melulu hanya mereka yang berlatar belakang akademisi. Kalau seluruhnya berlatar akademisi, maka hasil debat publik hanya menghasilkan aspek normatif semata.
Mengapa tidak, mereka yang berlatar belakang praktisi juga dilibatkan sebagai panelis. Termasuk dari NGO, wartawan. Bahkan, jika dianggap memungkin, panelis berlatar belakang birokrat juga dilibatkan karena mengerti permasalahan di lapangan.
Birokrat yang dilibatkan sebagai panelis adalah birokrat senior yang telah mengabdi minimal selama 20 tahun. Karena mereka sebenarnya yang lebih mengetahui permasalahn sebenarnya di lapangan.
Mengapa tidak mereka itu diambil untuk memperkaya, untuk menggembleng ide ketemu ide. Bukan masalah ketemu masalah. Bukan gosip ketemu gosip. Sehingga selesai debat, menjadikan membenci satu sama lain.
Bagi Ibnu Mundzir, saat ini birokrat seolah-olah hanya sebagai penonton pada ajang debat publik. Padahal mereka yang akan melaksanakan secara teknis.