POTRETCELEBES, Palu – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menggugat tiga perusahaan tambang di Morowali Utara (Morut), Sulawesi Tengah, terkait dugaan pencemaran dan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh aktivitas industri pertambangan.
Gugatan ini diajukan oleh Ketua WALHI, Zendi Suhadi, dan Sekretarisnya, Muhammad Islah, melalui kuasa hukum mereka, Sandy Prasetya Makal.
Tiga perusahaan yang digugat adalah PT. Stardust Estate Investment (Tergugat I), PT. Gunbuster Nickel Industry (Tergugat II), dan PT. Nadesico Nickel Industry (Tergugat III). Selain itu, Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Gubernur Sulawesi Tengah, dan Bupati Morowali Utara juga dilibatkan sebagai turut tergugat dalam perkara ini.
Gugatan ini terdaftar di Pengadilan Negeri Poso dengan nomor perkara 202/Pdt.Sus-LH/2024/PN Pso pada 10 Desember 2024, dan sidang perdana dijadwalkan pada 7 Januari 2025.
WALHI menuntut agar ketiga perusahaan dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan yang terjadi di sekitar kawasan tambang.
“Kita minta untuk pengadilan menyatakan bahwa para tergugat itu telah melakukan perbuatan melawan hukum, pencemaran dan pengrusakan lingkungan. Kemudian kita minta juga ke pengadilan untuk memerintahkan para tergugat untuk secara bersama-sama melakukan pemulihan lingkungan,” ucap Sandy Prasetya Makal di Palu, Sabtu (14/12/2024).
WALHI menuduh ketiga perusahaan tambang telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang menyebabkan pencemaran udara, air, dan kerusakan ekosistem. Penemuan hasil riset dan aduan masyarakat menunjukkan adanya kandungan logam berbahaya seperti merkuri, cadmium, dan timbal di sungai dan biota laut sekitar kawasan tambang. Selain itu, masyarakat juga melaporkan gangguan kesehatan seperti Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang diduga terkait dengan kualitas udara yang buruk akibat polusi industri.
Sebelum menggugat, WALHI telah melayangkan somasi kepada ketiga perusahaan, namun somasi tersebut tidak diindahkan. Oleh karena itu, WALHI mengambil langkah hukum untuk memaksa perusahaan-perusahaan tersebut melakukan pemulihan lingkungan. Gugatan ini juga menuntut agar operasi tambang dihentikan selama proses pemulihan berlangsung.
Sidang perdana gugatan ini dijadwalkan pada 7 Januari 2025 di Pengadilan Negeri Poso, Sulawesi Tengah. Jika pihak tergugat tidak memenuhi tuntutan, WALHI meminta agar mereka dikenakan sanksi berupa denda harian yang akan disetor ke rekening pemerintah daerah.
Gugatan ini diajukan berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh WALHI dan dukungan dari berbagai organisasi lingkungan hidup lainnya. Beberapa faktor yang mendasari gugatan ini adalah pencemaran air yang melampaui baku mutu serta kualitas udara yang diduga buruk di sekitar kawasan industri. Selain itu, WALHI juga menyoroti peran pemerintah dalam pengawasan dan penegakan hukum lingkungan yang dinilai lalai.
Dalam tuntutannya, WALHI meminta pengadilan untuk menyatakan bahwa ketiga perusahaan dan pemerintah telah melakukan perbuatan melawan hukum dan merusak lingkungan. Mereka juga meminta agar para tergugat segera melakukan pemulihan lingkungan di kawasan yang terdampak, dan menghentikan sementara kegiatan operasional tambang hingga proses pemulihan selesai.
Selain itu, WALHI juga meminta agar perusahaan dikenakan denda harian sebesar Rp100 juta per hari jika mereka lalai dalam melaksanakan pemulihan.