Berita

EKONESIA Desak Gubernur Sulteng Moratorium KPN Talaga, Dampelas

21
×

EKONESIA Desak Gubernur Sulteng Moratorium KPN Talaga, Dampelas

Sebarkan artikel ini
Foto: Dok Ekonesia

POTRETCELEBES, Donggala – Yayasan Ekologi Nusantara Lestari (EKONESIA) mengajukan desakan kepada Gubernur Sulawesi Tengah untuk segera melakukan moratorium terhadap Kawasan Pangan Nusantara (KPN) Talaga di Kecamatan Dampelas, Kabupaten Donggala.

Hal ini berkaitan dengan sejumlah masalah yang muncul dalam proyek tersebut, termasuk kurangnya rambu pengaman sosial dan lingkungan yang dibutuhkan untuk memitigasi dampak yang mungkin timbul di masa depan.

Direktur Eksekutif EKONESIA, Azmi Sirajuddin, menilai bahwa proyek KPN Talaga yang merupakan proyek percontohan berskala nasional ini tidak memiliki langkah-langkah pengamanan sosial dan lingkungan yang memadai.

“Sayang sekali proyek percontohan berskala nasional seperti KPN Talaga tidak memiliki rambu pengaman sosial dan lingkungan, padahal itu dibutuhkan untuk memitigasi dampak sosial dan lingkungan di kemudian hari,” ungkap Azmi dalam rilis resminya yang diterima potretcelebes.com, Jumat (7/3/2025).

Menurut Azmi, hasil studi yang dilakukan oleh EKONESIA bersama dengan MADANI Berkelanjutan dan WALHI Sulawesi Tengah pada tahun 2024 menunjukkan bahwa pemerintah daerah dan penyelenggara KPN Talaga belum menerapkan prinsip dasar dalam pengelolaan sosial dan lingkungan.

Salah satu prinsip yang dianggap paling penting adalah Free, Prior and Informed Consent (FPIC), yang mengutamakan keterbukaan informasi, kejujuran, dan partisipasi warga dalam menentukan sikap mereka terhadap proyek tersebut. Namun, pada kenyataannya, yang terjadi di lapangan hanya sosialisasi yang tidak menyajikan informasi yang cukup akurat dan akuntabel bagi masyarakat.

Kawasan Pangan Nusantara Talaga yang direncanakan akan dikelola oleh 200 Kepala Keluarga (KK) dari tiga desa, yaitu Desa Talaga, Kambayang, dan Sabang, memiliki luas 1.123 hektare. Dari total luas tersebut, 400 hektare akan digunakan sebagai areal budidaya tanaman pangan seperti jagung, kedelai, dan sorgum.

Namun, meskipun sosialisasi dilakukan, banyak warga yang mengaku belum mendapatkan informasi yang cukup mengenai proyek ini, sehingga partisipasi mereka menjadi terbatas.

Azmi menambahkan bahwa selain masalah FPIC, terdapat pula ketidakjelasan terkait subjek petani penggarap, mekanisme pengelolaan, kompensasi untuk tanaman warga yang ditebang untuk pembukaan jalan, serta isu pengaduan yang belum diatur dengan jelas. Masalah ini semakin kompleks mengingat beberapa warga sudah memiliki lahan di sekitar KPN jauh sebelum proyek ini dibangun.

Melihat persoalan-persoalan tersebut, EKONESIA mendesak Gubernur Sulawesi Tengah yang baru terpilih untuk segera mengeluarkan kebijakan moratorium terhadap proyek KPN Talaga. Evaluasi menyeluruh dianggap perlu dilakukan agar keputusan kelanjutan proyek ini dapat dijalankan dengan lebih hati-hati dan memastikan hak-hak masyarakat terlindungi dengan baik.

Proyek ini, menurut EKONESIA, harus menjadi salah satu fokus dalam pembentukan Satgas Penyelesaian Sengketa Agraria yang rencananya akan dibentuk oleh Gubernur dalam waktu dekat.

“Kami berharap Gubernur yang baru terpilih dapat menjadikan KPN Talaga sebagai prioritas dalam penyelesaian isu keadilan agraria,” pungkas Azmi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *