BeritaOpini

Risiko Pertambangan Bawah Tanah di Poboya: Apakah PT CPM Peduli?

221
×

Risiko Pertambangan Bawah Tanah di Poboya: Apakah PT CPM Peduli?

Sebarkan artikel ini
Lembaga Pariwisata dan Pecinta Alam Mahasiswa Islam (LEPPAMI) HMI Cabang Palu

Oleh: Direktur Lembaga Pariwisata dan Pecinta Alam Mahasiswa Islam (LEPPAMI) HMI Cabang Palu, Alamsyah Pamentar.

Mengamati aktivitas pertambangan oleh PT Citra Palu Mineral (CPM), yang merupakan anak perusahaan PT Bumi Resource Minerals Tbk (BRMS), juga bagian dari Salim Group.

PT CPM melakukan aktivitas pertambangan emas di Poboya, Palu, Sulawesi Tengah. Kegiatan pertambangan ini dilakukan dengan metode tambang terbuka (Open Pit) dan tambang bawah tanah (underground mine).

Dilihat dari segi metode Pertambangan PT CPM, terutama dari segi metode underground mine akan sangat berisiko bagi warga sekitar tambang. karena metode ini digunakan dengan cara blasting atau peledakan yang menyebabkan penurunan permukaan tanah dan dapat membahayakan Poboya dan Kota Palu pada umumnya.

Penambangan bawah tanah yang melibatkan pengeboman dapat menyebabkan kerusakan lingkungan yang serius, termasuk kontaminasi air dan kerusakan pada ekosistem yang ada di sekitar lokasi penambangan. Pertambangan bawah tanah berpotensi menambah risiko bencana alam, seperti longsor dan gempa bumi loka.

Tidak hanya itu, PT CPM juga tengah merencanakan pengalihan aliran Sungai Pondo sejauh kurang lebih 1 kilometer. Rencana ini jika dilanjutkan akan membawa dampak jangka panjang yang sangat merugikan, baik dari segi ekologis maupun sosial.

Pengalihan sungai yang sudah tidak bisa dipertanggungjawabkan ini akan menambah beban kerusakan yang sudah sangat jelas terlihat. Kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh penambangan ini mengancam ekosistem air yang vital bagi kelangsungan hidup sungai Pondo. Jika tidak dihentikan, dampaknya akan merusak pasokan air bagi petani sawah di Poboya dan Lasoani.

Selain itu, perubahan fungsi sungai yang menjadi bagian penting dari kebudayaan dan kehidupan sosial masyarakat Mantikulore, akan menyebabkan dampak sosial yang sangat besar bagi warga yang selama ini mengandalkan sungai tersebut untuk kehidupan sehari-hari.

Dalam kacamata Asas Kelestarian dan Keberlanjutan. yang berarti, setiap orang memikul kewajiban dan tanggung jawab terhadap generasi mendatang terhadap sesamanya dalam satu generasi dengan melakukan upaya pelestarian daya dukung ekosistem dan memperbaiki kualitas lingkungan hidup.

Dari segi asas kelestarian dan keberlanjutan, tentunya sangat bertolak belakang dengan peristiwa di atas karena aktivitas PT CPM menghilangkan kemampuan lingkungan untuk menopang kehidupan generasi selanjutnya.

Dan jika dilihat dari Peraturan Pemerintah No. 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Peraturan ini mengatur terkait larangan menggunakan metode penambangan bawah tanah, pada pasal 66 ayat 2 huruf c yang berbunyi “tidak melakukan kegiatan Penambangan dengan menggunakan metode Penambangan bawah tanah bagi orang perseorangan”.

Namun, larangan tersebut hanya berlaku untuk Izin Pertambangan Rakyat (IPR) yang dikelola oleh penduduk setempat.

Padahal, apabila berbicara terkait dampak yang ditimbulkan dari metode penambangan bawah tanah ini tidak memilih dan memilah korbannya. Dan bahkan dampak yang ditimbulkan dari aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh Badan Hukum, Koperasi atau Perusahaan Perseorangan lebih besar dibanding dengan pertambangan yang dikelola oleh penduduk setempat.

Dengan melihat banyaknya peristiwa perusakan lingkungan oleh PT CPM. Lembaga Pariwisata dan Pecinta Alam Mahasiswa Islam (LEPPAMI) HMI Cabang Palu, mendesak Dinas Lingkungan dan Gubernur Sulawesi Tengah yang baru saja dilantik untuk melakukan kajian terkait kasus perusakan lingkungan yang diperbuat oleh PT CPM.

Karena hal ini sejalan dengan janji politik Anwar Hafid sebelum terpilih sebagai gubernur Sulawesi Tengah. Anwar berjanji akan menekankan pengelolaan pertambangan di Sulteng harus perhatikan lingkungan.

Dan Anwar menyebut akan mewajibkan perusahaan tambang yang beroperasi di wilayah Sulteng untuk melakukan reboisasi di area yang telah dieksploitasi. Dan Anwar juga fokus pada perlindungan Daerah Sungai (DAS) dengan melarang aktivitas pertambangan di wilayah ini guna menjaga siklus udara dan mencegah kekeringan yang berdampak pada pertanian.

LEPPAMI HMI Cabang Palu juga mendesak pemerintah pusat untuk mencabut Izin Usaha Pertambangan milik PT CPM, apabila perilaku perusakan lingkungan oleh PT CPM terus berlanjut. Hal ini sesuai dengan perintah UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Pasal 119 huruf b yang menyatakan IUP atau IUPK dapat dicabut oleh Menteri jika pemegang IUP atau IUPK melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Perundang-undangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *