Berita

WALHI: Banjir Morowali, Bukti Kerusakan Lingkungan Akibat Tambang Nikel

127
×

WALHI: Banjir Morowali, Bukti Kerusakan Lingkungan Akibat Tambang Nikel

Sebarkan artikel ini
Foto: Dok Tangkapan Layar Video

POTRETCELEBES, Morowali – Hujan deras disertai angin kencang yang mengguyur Kabupaten Morowali, khususnya di Kecamatan Bahodopi, menyebabkan banjir besar, Minggu malam (16/3/2025).

Desa Lalampu dan Desa Labota menjadi wilayah yang paling terdampak, dengan beberapa tiang listrik tumbang akibat terjangan air. Warga terpaksa mengungsi untuk keselamatan mereka.

Banjir kali ini tidak hanya disebabkan oleh intensitas hujan yang tinggi, namun juga diduga kuat berkaitan dengan aktivitas pertambangan nikel yang merusak kawasan hutan hujan di bagian hulu sungai.

Temuan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Tengah mengungkapkan bahwa ada 17 izin tambang nikel yang beroperasi di Desa Lalampu. Salah satu perusahaan tambang terbesar, Bintang Delapan Mineral (BDM), menguasai konsesi seluas 20.765 hektare, dan menjadi pemasok utama ore bagi kawasan Industri Morowali Indonesia Park (IMIP), yang mencakup beberapa desa di sekitar Kecamatan Bahodopi.

Wandi, Manager Kampanye WALHI Sulawesi Tengah, menilai bahwa peristiwa banjir yang sering terjadi di wilayah ini tak lepas dari dampak ekologi pertambangan nikel yang semakin masif.

“Peningkatan pertambangan nikel menyebabkan ketidakseimbangan ekologi, mengurangi daya dukung lingkungan, dan buruknya tata kelola tambang,” ujarnya dalam rilis resminya, Senin (17/3/2025).

Sejak diluncurkannya program hilirisasi nikel oleh pemerintah, aktivitas pertambangan di Kabupaten Morowali semakin meningkat. Saat ini tercatat ada 65 izin usaha pertambangan (IUP) dengan total luas konsesi mencapai 155.051 hektare.

Lonjakan aktivitas tambang ini diharapkan mendongkrak perekonomian, namun di sisi lain, memberi dampak buruk bagi lingkungan.

WALHI Sulawesi Tengah menegaskan bahwa peristiwa banjir yang terus berulang di Kabupaten Morowali harus menjadi perhatian serius dari berbagai pihak.

Wandi menyatakan, “Pemerintah Kabupaten Morowali, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Pusat harus mengevaluasi izin-izin pertambangan nikel yang berdampak pada kerusakan lingkungan. Jangan hanya bicara soal keuntungan, tapi juga perhatikan dampaknya bagi masyarakat.”

Sejak awal tahun 2025, banjir dengan lumpur sudah terjadi beberapa kali, termasuk peristiwa serupa di Desa Labota pada penghujung tahun 2024. WALHI mendesak pemerintah untuk segera melakukan moratorium dan evaluasi terhadap aktivitas pertambangan nikel di wilayah pegunungan Morowali.

Menurutnya, UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengharuskan pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelaku perusak lingkungan.

Pemerintah diharapkan untuk mengambil langkah konkret demi mencegah bencana ekologis lebih lanjut dan memastikan kesejahteraan warga yang terdampak.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *