potretcelebes.com, Palu – September, bulan yang seharusnya penuh dengan semangat dan harapan, bagi sebagian besar rakyat Indonesia justru menjadi bulan yang kelam. Sejumlah peristiwa kelam pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi di bulan ini seakan menjadi luka mendalam yang tak kunjung sembuh.
Mulai dari tragedi besar seperti pembantaian 1965-1966 hingga peristiwa-peristiwa terkini seperti kasus penembakan aktivis di Parigi Moutong, September seolah menjadi saksi bisu atas berbagai bentuk pelanggaran HAM yang terjadi di tanah air.
Wagif, Ketua BEM Fisip Universitas Tadulako, dalam wawancaranya dengan potretcelebes.com pada Jumat (20/9/2024) mengungkapkan kekecewaannya terhadap pemerintah yang dinilai lamban dalam mengungkap dan menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM.
“Pada September ini banyak peristiwa kelam, karena banyak kasus pelanggaran HAM yang dilakukan oleh rezim pada pemerintahan saat itu. Pemerintah seakan tutup mata mengenai kasus yang lalu,” tegas Wagif.
Kekecewaan masyarakat semakin bertambah ketika melihat banyak kasus pelanggaran HAM yang terjadi pada dua periode pemerintahan Jokowi. “Ketika kita mengangkat kasus ke media, seakan-akan kasusnya selalu di tutupi oleh pengalihan isu yang sangat cepat oleh artis-artis terkenal,” ujarnya.
Menurut Wagif, pelanggaran HAM bukan hanya terbatas pada peristiwa besar seperti penculikan aktivis atau kebrutalan aparat, tetapi juga mencakup berbagai bentuk ketidakadilan lainnya. “Pelanggaran HAM juga terjadi ketika ruang hidup masyarakat dibatasi, seperti kenaikan UKT yang tidak sejalan dengan UU mencerdaskan kehidupan bangsa, atau perampasan lahan yang marak terjadi di Morowali dan Buol,” jelasnya.
Kasus penembakan aktivis Elifardi di Parigi Moutong menjadi contoh nyata bagaimana aparat sering bertindak di luar SOP dan berlindung di balik kata ‘oknum’. “Tidak sebanding nyawa dengan sebuah nominal yang diberikan, sampai saat ini belum ada kejelasan atas sanksi yang diberikan,” ujar Wagif.
Wagif berharap pemimpin Indonesia yang baru, Prabowo Subianto, dapat membawa perubahan dan mengembalikan demokrasi pada hakikatnya. “Harapan saya di pemimpin Indonesia baru ini yakni pak prabowo bisa membawa demokrasi pada hakikatnya seperti semula,” tutupnya
Penulis: Fitriani Kamal/Editor: Admin