POTRETCELEBES, Palu – Koalisi Rakyat Bersatu menggelar aksi unjuk rasa di DPRD Sulawesi Tengah (Sulteng), Selasa (4/2/2025). Koordinator Aksi, Aulia Hakim mengungkapkan Sulawesi Tengah, yang dikenal dengan luas konsesi perkebunan skala besar, saat ini menghadapi tantangan besar terkait dengan pengelolaan perkebunan kelapa sawit. Terbaru, data menunjukkan bahwa total luasan izin perkebunan sawit di wilayah ini mencakup 713.217 hektare, baik yang sudah dikelola maupun yang belum dikelola.
Ekspansi perkebunan sawit di Sulawesi Tengah dimulai sejak 1987, dengan pemberian izin lokasi kepada PT Tamaco Graha Krida (TGK) di Kabupaten Poso, yang kini telah dimekarkan menjadi Kabupaten Morowali. PT TGK mengelola lebih dari 10.000 hektare lahan, termasuk kebun inti dan plasma di Kecamatan Petasia, Witaponda, dan Bungku Barat.
Namun, meskipun banyak perusahaan besar yang beroperasi di sektor sawit, fakta mengejutkan muncul. Sekitar 70 persen dari 61 perusahaan sawit yang beroperasi di Sulawesi Tengah, atau sebanyak 43 perusahaan, tidak memiliki Hak Guna Usaha (HGU). Hal ini mencakup luas lahan hingga 411.000 hektare yang tersebar di beberapa kabupaten, seperti Donggala, Parigi Moutong, Banggai, Morowali, Morowali Utara, dan Poso. Keberadaan perusahaan-perusahaan ini tanpa izin yang sah menjadi sorotan, karena dapat berdampak pada status hukum operasional mereka.
Bukan hanya masalah izin yang belum dipenuhi, konflik agraria yang melibatkan perusahaan-perusahaan besar pun masih menjadi masalah serius. Selama tiga tahun terakhir, tercatat 29 kasus konflik agraria yang terjadi di sektor perkebunan sawit di Sulawesi Tengah. Perusahaan besar seperti Astra Agro Lestari Group, yang beroperasi di tiga kabupaten (Poso, Morowali Utara, dan Donggala), serta PT Kurnia Luwuk Sejati dan PT Sawindo Cemerlang di Kabupaten Banggai, terlibat dalam berbagai masalah hukum dan sosial yang merugikan masyarakat.
Salah satu contoh permasalahan terjadi di Kabupaten Banggai, di mana PT Kurnia Luwuk Sejati diketahui tidak memperbarui HGU mereka yang sudah berakhir pada 31 Desember 2021. Meskipun HGU perusahaan ini telah habis, PT KLS tetap beroperasi tanpa Surat Keputusan (SK) pembaruan HGU dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sulawesi Tengah. Praktik ini telah berlangsung selama lebih dari tiga tahun, membuat operasional perusahaan menjadi ilegal. Menurut ahli hukum, perusahaan yang beroperasi tanpa izin dapat dikenakan sanksi tegas oleh BPN Sulteng, termasuk penghentian izin dan pemeriksaan lebih lanjut mengenai kelayakan operasional mereka.
Pemerintah pusat melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi kepada perusahaan yang tidak mematuhi aturan tersebut. Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, mengungkapkan bahwa lebih dari 2,5 juta hektare lahan perkebunan sawit di Indonesia tidak memiliki HGU. Dari data tersebut, ada 537 perusahaan yang terlibat dalam pengelolaan lahan sawit tanpa izin yang sah. Sanksi utama yang akan dikenakan termasuk denda pajak yang sedang dihitung oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), sementara pendaftaran dan penertiban HGU bagi perusahaan yang bersangkutan akan ditahan sementara.
Nusron juga menegaskan bahwa meskipun perusahaan membayar denda, pemberian HGU tetap bergantung pada keputusan pemerintah dan itikad baik perusahaan untuk mematuhi aturan yang berlaku. Dengan banyaknya perusahaan yang beroperasi tanpa izin yang sah, evaluasi menyeluruh terhadap sektor perkebunan sawit di Sulawesi Tengah menjadi sangat penting untuk memastikan kepatuhan terhadap hukum serta penyelesaian konflik agraria yang belum tuntas.