Berita

WALHI Tantang Gubernur Sulteng Atasi Masalah Lingkungan dan HAM dalam 100 Hari Kerja

46
×

WALHI Tantang Gubernur Sulteng Atasi Masalah Lingkungan dan HAM dalam 100 Hari Kerja

Sebarkan artikel ini
Gubernur dan Wakil Gubernur Sulteng. Dok: Istimewa

POTRETCELEBES, Palu – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Tengah (Sulteng) menantang Gubernur Sulawesi Tengah yang baru dilantik, Anwar Hafid dan Reni A. Lamadjido, untuk segera mengatasi masalah lingkungan serta menindak tegas pelaku perusak lingkungan dalam 100 hari kerja pertama mereka.

Hal ini disampaikan oleh Wandi, Manager Kampanye WALHI Sulawesi Tengah, usai pelantikan kedua pemimpin tersebut yang dilakukan langsung oleh Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, di Istana Negara Jakarta pada tanggal 20 Februari 2024.

Janji Politik yang Harus Ditepati

Menurut Wandi, tantangan ini dilontarkan karena selama kampanye Pilkada, para calon Gubernur telah berjanji untuk menangani kerusakan lingkungan, khususnya akibat aktivitas pertambangan dan perkebunan sawit skala besar di Sulawesi Tengah.

“Kami berharap, di bawah kepemimpinan yang baru, masalah lingkungan yang semakin mengkhawatirkan ini bisa segera diselesaikan dengan tegas,” ujar Wandi dalam rilis resminya, Kamis (20/2/2025).

Daya Rusak Lingkungan yang Mengkhawatirkan

Berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sebanyak 678 izin tambang tercatat di Sulawesi Tengah pada Mei 2024. Jumlah ini menunjukkan lonjakan signifikan dibandingkan dengan periode sebelumnya, yang menandakan adanya ancaman besar terhadap lingkungan hidup.

Kerusakan yang ditimbulkan oleh aktivitas tambang dan perkebunan sawit skala besar telah menyebabkan deforestasi, perampasan tanah dari masyarakat, serta bencana ekologis seperti banjir dan longsor yang semakin sering terjadi. Dalam satu tahun terakhir, setidaknya enam bencana ekologis telah melanda wilayah ini.

Walhi mengingatkan, bahwa Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup jelas mengamanatkan perlunya pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelaku perusak lingkungan. Namun, WALHI menilai, baik pemerintah daerah maupun pusat masih mengabaikan ketentuan undang-undang tersebut, serta hak-hak dasar rakyat yang terdampak.

SPOB dan Ancaman Buka Lahan Sawit

Program ambisius Sulawesi Palm Oil Belt (SPOB) yang berencana membuka lahan sawit hingga satu juta hektar di pulau Sulawesi, termasuk 300.000 hektar di Sulawesi Tengah, juga menjadi sorotan.

Saat ini, luas perkebunan sawit di Sulawesi Tengah mencapai 152.598,24 hektar, menurut data Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Sulawesi Tengah. WALHI menilai, jika SPOB dilaksanakan, maka deforestasi dan konflik agraria akan semakin meningkat, disertai dengan praktik perampasan tanah yang merugikan masyarakat lokal.

Selain itu, program ini diperkirakan akan meningkatkan kriminalisasi terhadap warga yang berjuang mempertahankan hak atas tanah mereka.

“Tuduhan pencurian buah sawit di tanah sendiri telah terjadi di beberapa wilayah, yang menambah penderitaan rakyat. Jika SPOB seluas 300.000 hektar terealisasi, dampaknya akan semakin buruk,” tambah Wandi.

Tantangan untuk Gubernur Baru

Dengan latar belakang masalah tersebut, WALHI Sulawesi Tengah menantang Gubernur Sulawesi Tengah yang baru untuk segera melakukan evaluasi terhadap seluruh izin tambang yang ada di daerah tersebut. Selain itu, WALHI juga mendesak agar program SPOB satu juta hektar untuk perkebunan sawit di Sulawesi Tengah dibatalkan demi mencegah dampak lingkungan yang lebih parah.

“Kami mengingatkan Gubernur yang baru dilantik untuk segera menunjukkan komitmennya dalam menjalankan janji politik, dengan fokus pada perlindungan lingkungan hidup dan hak-hak masyarakat, khususnya yang terdampak oleh aktivitas tambang dan perkebunan sawit,” tegas Wandi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *