POTRETCELEBES, Palu – Dr. M. Nur Alamsyah, akademisi Universitas Tadulako (Untad), memberikan tanggapan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) yang diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
Baca Juga: Sahran Raden: Waspadai Potensi Oligarki Pasca Penghapusan Presidential Threshold
Menurut Alamsyah, keputusan tersebut terkesan terlambat dan tidak sepenuhnya konsisten dengan prinsip dasar yang diusung dalam gugatan, yaitu ‘one man one vote one value’.
Ia menilai bahwa meskipun penghapusan ambang batas adalah langkah yang baik, masalah yang lebih besar tetap ada, yaitu masih dimungkinkannya partai politik untuk bergabung hanya untuk sekedar “menumpang” dalam persaingan politik, tanpa benar-benar mempersiapkan tim yang mampu memenangkan kekuasaan.
“Sejatinya, jika ingin prinsip kesetaraan ditegakkan, seharusnya ada sanksi bagi partai politik yang tidak mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Ini untuk menutup peluang bagi partai yang hanya sekedar bergabung tanpa niat serius dalam persaingan politik,” ujar Alamsyah kepada potretcelebes.com Sabtu (4/12/2025).
Meskipun mengakui bahwa langkah penghapusan presidential threshold dapat dianggap sebagai perbaikan, Alamsyah menegaskan bahwa Indonesia telah terlalu lama terjebak dalam politik hukum yang merusak kualitas demokrasi.
“Selama ini kita telah bermain dalam politik hukum yang justru membusukkan proses berpolitik, bukan memperindahnya,” ungkapnya.
Alamsyah juga mengungkapkan bahwa tantangan terbesar yang ada saat ini adalah ketidakberfungsian partai politik Indonesia secara modern. Ia berpendapat bahwa jika partai politik tetap terlibat dalam kekisruhan politik, terutama yang berkaitan dengan korupsi dan penyalahgunaan wewenang, maka perubahan yang terjadi tidak akan membawa dampak besar bagi kemajuan sistem politik Indonesia.
Namun, ia tetap optimis bahwa perubahan yang baik tetap mungkin terjadi, dengan catatan bahwa perubahan tersebut harus dilakukan secara menyeluruh, bukan hanya bersifat parsial.
“Jika perubahan dilakukan tanpa solusi menyeluruh dan hanya sekedar merespon permasalahan sementara, dampaknya akan terbatas,” pungkasnya.